02 November 2009

BUDAYA ORGANISASI LABFOR

BUDAYA ORGANISASI
PUSAT LABORATORIUM FORENSIK BARESKRIM POLRI
(NASKAH SEMENTARA)

I. PENDAHULUAN
Grand Strategi Polri 2005-2025 sebagai produk perencanaan jangka panjang adalah sebuah tahapan-tahapan dalam pencapaian target yang terbagi dalam tiga tahap. Pertama Trust building (2005-2010) yaitu membangun kepercayaan masyarakat kepada Polri. Tahap 2 Partnership (2011-2015) yaitu membina kemitraan dengan masyarakat dalam rangka mendukung tugas Polri, dan tahap 3 strive of excellence (2016-2025) yaitu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Dalam pelaksanaan tahap 1, pimpinan Polri telah mengevaluasi bahwa sasaran grand strategi tahap 1 belum sepenuhnya tercapai, maka dirumuskanlah program Akselerasi Transformasi Polri menuju Polri yang Mandiri, Profesional, dan dipercaya masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat capaian sesuai target pada tahap 1 yang segera berakhir pada tahun 2010.
Sejalan dengan itu dalam rangka reformasi birokrasi, Polri telah merumuskan gran disain reformasi birokrasi antara lain adalah mengenai Evaluasi Kinerja, Postur Birokrasi Th. 2025, Analisis Jabatan dan Sistem Remunerasi, Struktur Organisasi, Tatalaksana, Sumber Daya Manusia, Kultur Organisasi, Program Percepatan : Quick Wins, serta Manajemen & Komunikasi Tentang Perubahan
Dalam gran disain reformasi birokrasi disebutkan bahwa masing-masing satker harus mempersiapkan rumusan-rumusan di atas, oleh sebab itu Puslabfor segera mengekplorasi dan merumuskan kembali budaya organisasi Puslabfor yang telah bertumbuh dan berkembang, dalam bentuk nilai-nilai yang diwariskan oleh pendahulu Puslabfor, maupun karakteristik yang menjadi ciri Puslabfor selama ini.
Di sisi lain menurut kajian akademis bahwa budaya organisasi sangat berpengaruh signifikan terhadap kinerja suatu organisasi (harvard business school). Oleh sebab itu adalah sebuah keniscayaan bahwa budaya organisasi Puslabfor harus dirumuskan dalam suatu dokumen, agar dapat dijadikan panduan berprilaku bagi seluruh personel Puslabfor dalam menghadapi tantangan masa depan pada lingkungan strategis yang semakin tidak menentu.
II. BUDAYA ORGANISASI
1. Pengertian Budaya Organisasi
Secara etimologi, budaya organisasi adalah budaya yang berarti suatu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengertian dan cara berfikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan diterima oleh anggota baru. Sedangkan organisasi adalah merupakan suatu sistem yg mapan dari sekumpulan orang yg bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian.
Beberapa ahli budaya organisasi antara lain Peter F. Drucker (New York University) dan Edgar H. Schein (Massachusetts Institute of Technology) memberikan definisi yang hampir mirip mengenai budaya organisasi. Sehingga dari definisi yang diberikan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa Budaya Organisasi merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, dapat diterapkan serta dikembangkan secara terus menerus. Budaya Organisasi juga berfungsi sebagai perekat, pemersatu, identitas, citra, merek (brand) pemacu-pemicu (motivator), pengembangan yang berbeda dengan organisasi lain, dapat dipelajari dan diwariskan kepada generasi berikutnya, serta dapat dijadikan acuan perilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau hasil/target yang ditetapkan.
2. Embrio Budaya Organisasi Puslabfor.
Tatkala Polri berkeinginan untuk bergabung dengan Interpol yang bermarkas di Perancis, ada salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh Polri, yaitu Polri harus memiliki Laboratorium Forensik, maka pada saat itulah Labfor mulai berdiri. Sejalan dengan berkembangnya organisasi Labfor, mulai dari berdiri sendiri di bawah Kapolri sampai dibawah Bareskrim, Labfor mengalami pasang surut dalam eksistensinya. Namun dari segala pasang surut tersebut ada sebuah kekhasan ataupun citra, merk yang senantiasa melekat pada Puslabfor, baik dalam kinerjanya maupun dalam kekhasan sumber daya manusianya.
Kekhasan tersebut antara lain Labfor senantiasa mengedepankan sain yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam pengungkapan segala macam kasus yang menjadi tanggung jawab Polri, senantiasa Labfor menjadi tulang punggung (backbone) pengungkapan kasus yang membutuhkan pembuktian secara ilmiah. Labfor senantiasa menjadi harapan terakhir bagi penyidik, jika penyidik mengalami kesulitan dalam mengungkap maupun membuktikan kasus-kasus tertentu yang begitu kompleks.
Dalam melaksanakan tugas pembuktian secara ilmiah diperlukan kejujuran intelektual (Intelectual Honesty) sebagai rasa tanggung jawab seorang ilmuwan terhadap ilmu pengetahuan dan kepada Tuhan Yang maha Kuasa. Seorang pemeriksa forensik tidak dapat menjadi pemeriksa dengan serta merta (taken for granted), harus melalui pendidikan formal maupun informal serta pengalaman yang cukup agar kredibilitas dan akuntabilitas hasil pemeriksaannya dapat dipertanggungjawabkan, untuk itu sisi profesionalisme seorang pemeriksa forensik harus melekat pada dirinya. Tuntutan masyarakat terhadap hasil Labfor sangat menjadi tumpuan, dalam menjamin kepastian hukum. Untuk itu imparsialitas sudah merupakan budaya yang sangat dijunjung tinggi dalam dunia forensik. Sebagai insan Tuhan yang diberikan daya pikir dan daya nalar melalui ilmu pengetahuan, dimana semakin banyak menerima ilmu, maka semakin merasa kecil dihadapan Tuhan, oleh sebab itu nilai-nilai kerendahhatian sudah sepatutnya dimiliki oleh insan Labfor.
Dari beberapa budaya yang diinventarisir maka dapat disebutkan budaya organisasi Labfor adalah sebagai berikut 1) Ketidakberpihakan (imparsial), 2) kejujuran intelektual (intectual honesty), 3) integritas (integrity), 4) profesionalisme (profesionalism), 5 ilmiah (scientific), 6) kebersamaan (togetherness), 7) kerendahhatian (humility).
3. Hasil eksplorasi dan reinventarisasi Budaya Organisasi Puslabfor dari Rakernis Puslabfor 2009.
Pada rakernis Puslabfor TA 2009, sengaja dijadikan forum untuk menggali kembali nila-nilai atau budaya yang dimiliki oleh Labfor sebagai organisasi yang memiliki tugas pokok memeriksa barang bukti, serta mengolah tempat kejadian perkara guna mendukung penyelidikan maupun penyidikan di jajaran Kepolisian maupun di luar Kepolisian.
Dari penggalian nilai-nilai tersebut disamping tujuh nilai-nilai di atas, diusulkan nilai-nilai lain yang dapat dijadikan karakteristik labfor, antara lain nilai-nilai militansi dimana seorang pemeriksa Labfor harus pantang menyerah dalam melakukan pemeriksaan barang bukti maupun TKP, artinya sebelum barang bukti dapat ditentukan, atau sebelum barang bukti ditemukan di TKP sangat pantang untuk berhenti atau menyerah begitu saja. Nila-nilai pantang melakukan kesepakatan-kesepakatan dengan imbalan uang atau hadiah. Keberanian juga merupakan nilai-nilai yang tetap harus diwariskan kepada generasi berikutnya, berani untuk mengatakan yang salah itu salah atau yang benar itu benar, maupun berani untuk mengambil resiko terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Nilai-nilai lain yang diusulkan adalah : Trust, independensi, loyalitas, bersih dan aman, membangun network, tanggung jawab (responsibility) dan melayani. Trust maksudnya sebagai pemeriksa forensik harus mendapat kepercayaan dari penggunanya, hal ini cenderung merupakan produk dari budaya organisasi. Independensi, merupakan budaya Labfor, dimana Labfor tidak dapat diintervensi oleh pihak yang memiliki kepentingan-kepentingan. Loyalitas secara otomatis sudah melekat ketika pemeriksa menjadi anggota polisi, makanya setiap pemeriksa forensik memiliki loyalitas baik terhadap pimpinan maupun pekerjaan. Bersih dan aman merupakan ciri dari laboratorium, sebagai sebuah laboratorium sudah semestinya Labfor memiliki kebersihan dan keamanan yang memadai. Network juga penting untuk sebuah organisasi karena tanpa jaringan kerja seakan bekerja sendiri, namun Network juga cenderung merupakan produk dari budaya organisasi. Responsibility bagi Labfor merupakan perpaduan antara integritas dengan keilmiahan Labfor. Budaya melayani merupakan terminologi yang sering dikumandangkan dalam rangka reformasi birokrasi, perlu juga dijadikan budaya di Puslabfor.
4. Motto Sanyata Karya Dharma.
Dalam rakernis Puslabfor TA2009 didiskusikan pula posisi Moto Puslabfor Sanyata Karya Dharma yang terdapat pada Logo Puslabfor. Dilihat dari tinjauan sejarahnya Logo dan Moto Puslabfor tersebut diresmikan oleh Kapolri pada tahun 1997, prosesnya tidak melalui diskusi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) tetapi ditentukan oleh pimpinan Puslabfor atas usulan perorangan. Sanyata Karya Dharma diambil dari bahasa sanksekerta yang diartikan sebagai ”mengabdi untuk membuat terang suatu perkara“. Pengertian tersebut diambil dari arti kata per kata yang penyusunannya belum tentu memperhatikan kaedah tata bahasa sangsakerta.
Sebagaimana Tribrata dan Catur Prasetya yang didefinisikan ulang ke dalam bahasa Indonesia dengan pertimbangan bahwa menurut ilmu komunikasi modern penggunaan bahasa sangsakerta dianggap kurang komunikatif karena tidak semua orang mengerti artinya dan dapat menimbulkan banyak makna/intrepetasi, maka Sanyata Karya Dharma pun perlu didefinisikan ulang kedalam penjabaran yang lebih implementatif.
5. Budaya Organisasi Puslabfor.
Dengan mempertimbangkan embrio budaya organisasi yang telah diinventarisasi, usulan-usulan dan kesepakatan peserta rakernis Puslabfor TA 2009, serta teori budaya organisasi dimana perumusan budaya organisasi sebaiknya memenuhi kriteria-kriteria : menonjolkan ciri khas organisasi yang berbeda dengan organisasi lain, dapat berpengaruh kuat pada anggota, mudah diingat oleh karenanya tidak terlalu banyak, satu dengan yang lain mudah dibedakan (distinct) dan masing-masing dapat mencakup yang sejenis, adaptif terhadap perubahan yang terjadi. Maka budaya organisasi Labfor dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Melayani (serve)
b. Ilmiah (scientific)
c. Integritas (integrity)
d. Tidak berpihak (Imparsial)
Usulan-usulan pada rakernis yang muncul, dapat diakomodir pada budaya Puslabfor di atas. Misalnya Melayani (serve) sudah mencakup kebersamaan, rendah hati, kebersihan, jaringan (networking), dan Trust. Ilmiah (scientific) sudah mencakup profesionalisme. Integritas (integrity) mencakup militan, pantang menyerah, kejujuran intelektual, keberanian, bertanggung jawab dan tidak menerima imbalan. Tidak berpihak (impartial) sudah mencakup independen. Penjelasan masing-masing budaya organisasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Melayani (serve)
  1. Budaya melayani harus terpelihara dengan baik, hindari budaya dilayani, paradigma sudah berubah, insan Puslabfor melayani pengguna dengan rendah hati dan humanis.
  2. Hindari kesan “jika dapat dipersulit kenapa dipermudah“,
  3. Tidak diskriminasi dalam melayani pengguna, apakah itu dari Polsek atau dari Mabes Polri, ataupun apakah itu dari kasus korbannya orang kaya atau orang miskin.
  4. Menghilangkan sikap negativistik, timbulkan aura postitif dalam tim dan organisasi. Tidak meremehkan orang lain atapun rekan sendiri.
b. Ilmiah (science)
  1. Senantiasa berpikir ilmiah, logik dan masuk akal. Hasil kerjanya dapat dikerjakan oleh orang lain, dengan hasil yang sama.
  2. Gunakan metode yang berlaku, dengan senantiasa di up date pengetahuan dan skill yang dimiliki.
c. Integritas (integrity)
  1. Setiap saat berpikir, berkata, bertindak, dan berperilaku terpuji, menjaga martabat serta menjunjung tinggi kode etik profesi.
  2. Apa yang dikatakan itulah yang dilakukan. Berani mengatakan yang salah itu salah dan mengatakan yang benar itu benar adanya.
  3. Pantang menyerah jika menghadapi pekerjaan yang sulit. Penyidik sangat mengandalkan hasil dari Labfor, untuk itu jangan menyerah jika menghadapi pekerjaan yang sangat sulit. Tidak sering mengeluh mengenai pekerjaan.
  4. Bekerja keras, dan memiliki “sense of belonging“ terhadap institusi Labfor. Memiliki kejujuran intelektual, tidak melakukan malpraktek dalam pemeriksaan barang bukti maupun TKP.
  5. Berkomitmen untuk bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh rasa tanggung jawab. Berpikiran terbuka, senantiasa menerima saran yang lebih baik, demi untuk kebaikan bersama. Tidak berhenti untuk belajar, karena ilmu pengetahuan begitu luas.
  6. Tidak menerima imbalan dari hasil pekerjaan. Mendahulukan kepentingan bersama dibanding dengan kepentingan sendiri.

d. Tidak berpihak (impartial)

  1. Tidak berpihak kepada penyidik, tersangka maupun saksi. Hasil pemeriksaan semata-mata berdasarkan metode dan prosedur pemeriksaan yang telah ditentukan
  2. Tidak berpihak kepada siapapun apalagi dengan motivasi dengan imbalan uang atau hadiah namun senantiasa berpihak kepada kebenaran.

III. PENUTUP

Demikian naskah sementara budaya organisasi Puslabfor ini disusun, untuk diujicobakan penerapannya dalam membangun prilaku baik (good practice) dilingkungan Puslabfor dan masih terbuka luas untuk perbaikan dan penyempurnaan.